Latest topics
Pengamatan MJO berdasarkan indeks RMM
Meteorama :: Materi Utama :: Observasi
Page 1 of 1
Pengamatan MJO berdasarkan indeks RMM
Madden-Julian Oscillation (MJO) ialah pola perawanan konveksi di wilayah ekuator yang bergerak dari barat ke timur (westerly) mengelilingi bumi, satu keliling memiliki periode 30-60 hari (penjelasan lebih detil akan dibahas di artikel lain). Pola cuaca ini mulai diidentifikasi sejak tahun 1973 (Madden&Julian, 1973), kemudian terus diteliti sampai akhirnya pada tahun 2004 Wheeler&Hendon mempublikasikan temuan mereka dalam melakukan ekstraksi sinyal yang diusulkan untuk menjadi indeks MJO, kemudian dikenal dengan RMM (Real-Time Multivariate MJO). Indeks ini berguna untuk mengamati pergerakan MJO, forecasting, dan studi dampak MJO di satu wilayah tertentu. Waliser_et_al,2009 mensepakati metode ekstraksi sinyal MJO yang dilakukan Wheeler&Hendon,2004 menjadi standard verifikasi GCM (Global Circulation Model) dalam mensimulasikan pola MJO.
Matthew C. Wheeler sebagai penggagas RMM dan juga staf ahli Australia-BOM (Bureau of Meteorology) membuat website ini :
http://cawcr.gov.au/staff/mwheeler/maproom/RMM/
Website tersebut memiliki informasi pengamatan MJO berdasarkan RMM dan parameter lain (OLR, zonal wind, dll) secara semi real-time, kemudian juga ada informasi prediksi MJO yang juga dikembangkan menggunakan RMM.
Gambar yang paling informatif dalam pengamatan MJO ialah diagram fasa berikut ini :
Bisa dilihat pada gambar diatas bahwa RMM terdiri dari dua deret waktu harian yaitu RMM1 dan RMM2, diagram fasa ini sesungguhnya ialah scatter-plot dari dua deret waktu tersebut. Detil pembuatan diagram fasa diatas bisa dibaca pada jurnal ilmiah Wheeler&Hendon,2004. Indeks RMM bisa diterima oleh komunitas ilmiah dikarenakan penyajian bukti-bukti yang meyakinkan dan contoh aplikasi yang menjanjikan yaitu berpotensi meningkatkan akurasi prediksi cuaca dalam skala waktu 30-60 hari kedepan.
Secara praktis gambar diatas bisa dipahami sebagai berikut :
Jadi gambar diatas menunjukkan tanggal dan lokasi dimana MJO diindikasikan terjadi berdasarkan RMM. Tetapi lokasi kejadian pada diagram fasa tersebut diidentifikasi dalam skala global, artinya tidak ada konversi langsung ke titik longitudinal tertentu.
Gambar lain yang juga cukup informatif ialah diagram deret waktu dari 91-hari running mean SQRT(RMM1^2 + RMM2^2) :
Gambar diatas ialah resultan dari RMM1 dan RMM2 (sebagaimana penjelasan point 2 untuk diagram fasa) yang dirata-ratakan dalam 91-hari (diistilahkan sebagai mean amplitude). Disini kita bisa amati variasi RMM sejak 1974. Gambar ini murni komponen waktu dari RMM sehingga tidak ada keterangan lokasi kejadian, untuk mengetahui lokasi kejadian maka harus melihat diagram fasa.
Matthew C. Wheeler sebagai penggagas RMM dan juga staf ahli Australia-BOM (Bureau of Meteorology) membuat website ini :
http://cawcr.gov.au/staff/mwheeler/maproom/RMM/
Website tersebut memiliki informasi pengamatan MJO berdasarkan RMM dan parameter lain (OLR, zonal wind, dll) secara semi real-time, kemudian juga ada informasi prediksi MJO yang juga dikembangkan menggunakan RMM.
Gambar yang paling informatif dalam pengamatan MJO ialah diagram fasa berikut ini :
Bisa dilihat pada gambar diatas bahwa RMM terdiri dari dua deret waktu harian yaitu RMM1 dan RMM2, diagram fasa ini sesungguhnya ialah scatter-plot dari dua deret waktu tersebut. Detil pembuatan diagram fasa diatas bisa dibaca pada jurnal ilmiah Wheeler&Hendon,2004. Indeks RMM bisa diterima oleh komunitas ilmiah dikarenakan penyajian bukti-bukti yang meyakinkan dan contoh aplikasi yang menjanjikan yaitu berpotensi meningkatkan akurasi prediksi cuaca dalam skala waktu 30-60 hari kedepan.
Secara praktis gambar diatas bisa dipahami sebagai berikut :
- Ke-8 fasa pada gambar diatas mewakili lokasi pada garis bujur (longitudinal) bumi, otomatis lokasi Indonesia tersebar pada fasa 3, 4, 5 dan 6.
- Jarak dari pusat diagram (0,0) ke titik tertentu (resultan RMM1 dan RMM2) ialah intensitas MJO (lingkaran ditengah menunjukkan MJO intensitas rendah).
- Garis yang menghubungkan titik2 ialah garis naratif (hari-ke-hari), dan perbedaan satu bulan ke bulan lain ditandai dengan warna garis yang berbeda.
Jadi gambar diatas menunjukkan tanggal dan lokasi dimana MJO diindikasikan terjadi berdasarkan RMM. Tetapi lokasi kejadian pada diagram fasa tersebut diidentifikasi dalam skala global, artinya tidak ada konversi langsung ke titik longitudinal tertentu.
Gambar lain yang juga cukup informatif ialah diagram deret waktu dari 91-hari running mean SQRT(RMM1^2 + RMM2^2) :
Gambar diatas ialah resultan dari RMM1 dan RMM2 (sebagaimana penjelasan point 2 untuk diagram fasa) yang dirata-ratakan dalam 91-hari (diistilahkan sebagai mean amplitude). Disini kita bisa amati variasi RMM sejak 1974. Gambar ini murni komponen waktu dari RMM sehingga tidak ada keterangan lokasi kejadian, untuk mengetahui lokasi kejadian maka harus melihat diagram fasa.
Last edited by Admin on Fri 3 Feb 2012 - 12:16; edited 4 times in total
Re: Pengamatan MJO berdasarkan indeks RMM
Di awal 2011 ini Austalia-BOM membuat website khusus observasi MJO yang lebih komprehensif :
http://www.bom.gov.au/climate/mjo/
Juga ditampilkan rataan spasial perawanan regional, salah satu lokasinya ialah wilayah Sumatra - Kep.Maluku, juga pulau Papua :
Rataan perawanan ini menggunakan data Outgoing Long-wave Radiation (OLR), untuk wilayah Sumatra - Kep.Maluku berikut tampilannya :
Untuk wilayah Papua :
Gambar diatas bisa diinterpretasikan secara kasar sebagai berikut :
Apabila berwarna biru maka kemungkinan besar banyak awan konveksi yang berpotensi hujan. Sebaliknya, ketika warna oranye, ini menunjukkan awan konveksi relatif lebih sedikit terjadi. Jadi kalau biru itu lebih banyak hujan dan kalau oranye itu lebih kering.
http://www.bom.gov.au/climate/mjo/
Juga ditampilkan rataan spasial perawanan regional, salah satu lokasinya ialah wilayah Sumatra - Kep.Maluku, juga pulau Papua :
Rataan perawanan ini menggunakan data Outgoing Long-wave Radiation (OLR), untuk wilayah Sumatra - Kep.Maluku berikut tampilannya :
Untuk wilayah Papua :
Gambar diatas bisa diinterpretasikan secara kasar sebagai berikut :
Apabila berwarna biru maka kemungkinan besar banyak awan konveksi yang berpotensi hujan. Sebaliknya, ketika warna oranye, ini menunjukkan awan konveksi relatif lebih sedikit terjadi. Jadi kalau biru itu lebih banyak hujan dan kalau oranye itu lebih kering.
Meteorama :: Materi Utama :: Observasi
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum
Thu 21 Aug 2014 - 15:00 by Admin
» Climate Change : Evidence & Causes
Sat 15 Mar 2014 - 13:11 by Admin
» Data angin dari EAR
Thu 26 Sep 2013 - 23:15 by puput
» perkenalan(judul klasik bagi anggota baru)
Thu 26 Sep 2013 - 11:39 by Admin
» Thin Ice - Film Dokumenter Global Warming oleh para Ilmuwan Iklim
Fri 12 Apr 2013 - 9:44 by Admin
» Beasiswa program Ph.D MPI Jerman
Fri 1 Mar 2013 - 10:21 by rusmawan
» TRMM Online Visualization and Analysis System (TOVAS)
Thu 28 Feb 2013 - 11:17 by rusmawan
» Real-time Rainfall Observation - Seluruh Nusantara oleh BMKG
Thu 24 Jan 2013 - 13:05 by Admin
» Boreal Summer Intra-Seasonal Oscillation (BSISO) Indices
Mon 21 Jan 2013 - 15:00 by Admin